Ibadah puasa di bulan Ramadhan sesungguhnya adalah suatu proses tarbiyah terhadap seseorang yang beriman agar menjadi orang yang bertakwa.
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS 2:183)
Menjadi
orang bertakwa artinya kondisi dimana seseorang mempunyai kesadaran
yang tinggi akan keberadaan Allah SWT. Jika seseorang bisa meraih
derajat takwa maka akan timbul di dalam benak orang tersebut rasa takut,
cinta dan juga harapan terhadap Allah SWT. Tentunya, kondisi takwa ini
akan menjaga seseorang dari perbuatan perbuatan dosa.
Reformasi
diri untuk menjadi orang yang bertakwa akan terjadi manakala ibadah
puasa dijalankan dengan totalitas dari dimensi fisik dan juga spiritual.
Menurut Imam al-Ghazali di dalam al-Ihya’ ‘Ulumuddin, ada 3 tingkatan ibadah puasa:
1. Tingkatan Umum
Ialah
puasa yang sudah kita kenal dengan baik yaitu menahan lapar, haus dan
syahwat.Menurut Imam al-Ghazali, menahan lapar dan haus merupakan alat
yang efektif untuk melemahkan pengaruh setan atau keburukan yang ada di
dalam manusia. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya setan mempengaruhi anak Adam melalui peredaran darah. Maka
persulitlah pengaruh setan melalui rasa lapar.” Di dalam riwayat lain
dikatakan, Rasulullah SAW mengatakan kepada Aisyah RA, “Gigihlah dalam
mengetuk pintu surga.” Kemudian Aisyah RA bertanya kepada nabi, dengan
apakah aku mengetuk pintu surga? Rasulullah SAW menjawab, “Dengan rasa
lapar.”
Jika seseorang bisa menahan lapar, haus dan syahwatnya
dari sahur sampai waktu maghrib, berarti orang tersebut telah lulus dari
tingkatan yang pertama.
2. Tingkatan Khusus
Tingkatan
yang kedua ialah berpuasa dengan anggota badan.Di tingkat kedua,
seseorang harus bisa menjaga anggota tubuhnya dari segala perbuatan yang
tidak dianjurkan oleh agama. Yang paling utama ialah menjaga
penglihatan, pendengaran dan juga lidah kita selama berpuasa.
Berpuasa
dengan mata artinya hindarkan untuk melihat hal hal yang tidak baik dan
gunakanlah untuk melakukan amal shalih dan ibadah. Gunakanlah mata
untuk membaca ayat-ayat al-Quran, buku-buku atau artikel tentang ilmu
agama, dll.
Berpuasa dengan mulut atau lisan artinya hindarkan
berbicara hal-hal yang tidak baik atau sia-sia. Gunakan mulut kita untuk
tilawah al-Quran, dzikir, istighfar, dan berkata-kata yang baik.
Berpuasa
dengan telinga artinya hindarkan mendengarkan pembicaraan yang tidak
baik seperti gunjingan terhadap orang lain. Gunakanlah telinga untuk
mendengar lantunan ayat-ayat al-Quran, majelis ilmu agama, dll.
Begitu
juga halnya dengan tangan, kaki, dan seluruh anggota tubuh kita yang
lain. Intisari dari tingkatan berpuasa yang kedua adalah gunakanlah
potensi jasmani kita untuk beribadah dan beramal shalih. Latihlah
jasmani untuk menghindari keterlibatan dengan hal-hal yang buruk. Dari
riwayat Imam Bukhari, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya puasa itu
adalah perlindungan. Ketika kamu berpuasa janganlah berkata yang tidak
pantas atau melakukan tindakan yang tidak layak. Jika ada seseorang yang
bersengketa atau berargumen denganmu, katakan kepadanya, ‘Saya sedang
berpuasa, sungguh saya sedang berpuasa.’”
3. Tingkatan Extra Khusus
Tingkatan
yang ketiga mengharuskan seseorang yang berpuasa untuk menjaga hatinya
dari segala pikiran buruk, emosi dan ego. Gunakanlah hati dan pikiran
untuk mengingat Allah SWT dan berpikir secara positif.
Jika kita
observasi hati dan pikiran kita selama 1 menit, maka akan muncul
berbagai macam pemikiran tentang pekerjaan, keluarga, kehidupan sosial,
dll. Pikiran kita diibaratkan jantung yang memompa darah ke seluruh
badan. Hati manusia melalui otak dan sistem syaraf manusia akan
memproduksi berbagai macam pikiran ke dalam benak seseorang. Akan
tetapi, seseorang bisa mengalokasikan energi yang ada di dalam dirinya
untuk memilih pemikiran yang baik untuk dirinya. Kecerdasan emosi akan
membuat seseorang tidak didominasi oleh pikiran-pikiran buruk.
Di
tingkatan yang paling tinggi inilah, kita melatih hati agar selalu ingat
dengan Allah SWT. Detik demi detik kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk
selalu ingat dan fokus dengan Allah SWT. Jauhkan pikiran-pikiran
tentang hal-hal duniawi ataupun hal-hal yang membuat hati gundah gulana.
Karena kita ingin mempunyai kesadaran yang tinggi tentang Allah SWT di
setiap saat yang kita miliki. Inilah esensi ketakwaan sesungguhnya yang
apabila kita mampu meraihnya, maka kita akan mempunyai kedudukan yang
mulia di mata Allah SWT. Bukankah Allah SWT sudah memberitahukan bahwa
sebaik-baiknya manusia ialah orang yang paling bertakwa?
Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal.(QS 49:13)
Ketiga tingkatan
tersebut merupakan suatu pendekatan yang sangat komprehensif dari
dimensi fisik dan spiritual. Agar seseorang bisa meraih derajat takwa.
Maka dari itu, di bulan yang mulia ini, jangan sampai waktu yang kita
miliki terbuang sia-sia hanya mendapatkan lapar dan haus saja. Padahal,
Allah SWT sudah memberitahukan bahwa Ia sudah menyediakan surga bagi
orang-orang yang bertakwa.
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan
dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.(QS 3:133)
Maka
dari itu, jika ketiga tingkatan tersebut dilaksanakan dengan baik, maka
seseorang akan bisa hidup dengan baik dan bahagia sesuai dengan
fitrahnya, menjadi hamba Allah SWT yang sebenar-benarnya.
Sumber : Dakwatuna, Bagus adiyanto
0 comments:
Posting Komentar