Pernahkah kalian menatap pasangan
kalian saat si dia sedang tidur – bagaimanapun pose tidurnya-? Saat
suami sedang pulas terlelap dan tak menyadari betapa seringnya kita
menatapnya saat tidur – bahkan saat terbangun tengah malam, kita sering
melirik si dia, memastikan ia di samping kita. Entah membetulkan letak
selimut, memindahkan posisi tangannya, atau kembali memeluknya dalam
tidur.
Apa yang terlintas dalam benak kalian ketika menatap
kekasih yang sedang terlelap? Mengamati bentuk alisnya yang ternyata
terlebih tajam, iseng menghitung jumlah jerawatnya atau bahkan
mengusapnya dahinya pelan agar makin terlelap. Sementara kita tak
kunjung memejamkan mata dan asyik sekedar menatap wajahnya penuh cinta.
Bukan wajah itu mungkin yang membuat kita jatuh cinta pertama kali
padanya. Tapi cinta itu tumbuh seiring kehadiran wajahnya yang
meneduhkan.
Di luar semua itu, ada hal-hal non fisik yang kita
amati dan rasakan saat menatap pasangan kita tidur. Menatap wajah
lelahnya usai berjibaku dengan pekerjaan agar dapur tetap mengepul.
Menatap warna kulit tangannya yang makin gelap karena berkendara sepeda
motor. Mencoba menebak isi pikiran dalam kepalanya yang bersisian dengan
kepala kita, begitu dekat, namun tak selalu dapat kita jangkau seberapa
banyak kekhawatirannya – yang jarang sekali ia tunjukkan di hadapan
kita. Yang kita tahu, lelaki kita selalu mencoba menenangkan
kekhawatiran-kekhawatiran kita tentang ini itu. Meyakinkan kita bahwa
semua akan baik-baik saja, meski kita sendiri tak pernah benar-benar
tahu seberapa besar badai dalam pikirannya.
Ah, meski sering kali
sebagai istri kadang kitapun melakukan hal serupa. Mencoba menenangkan
kegelisahan pasangan kita dan mendukungnya sepenuh hati. Saat itu, kita
tahu, kita sebenarnya sedang menenangkan diri kita sendiri. Keyakinan
pasanganlah yang kembali mendorong kita untuk yakin, semua selalu ada
jalan keluarnya. Semua lelah selalu bisa berkurang dengan istirahat.
Lapar bisa hilang dengan makan. Luka dan sakit selalu ada obatnya. Panas
dan dingin selalu menyisakan tempat berteduh. Dan menatap wajahnya saja
saat tidur, bisa mengurangi segala keresahan kita. Berganti syukur
panjang atas segala nikmat Tuhan.
Jika menatap wajah suami saat ia
tidur saja sudah menjadi kebahagiaan tersendiri bagi kita. Bagaimana
dengan banyak hal lain yang Tuhan berikan melalui sosoknya? Sungguh,
bersyukur adalah salah satu cara tersantun menikmati semua rasa dalam
rumah tangga. Lainnya? bersabar tentu saja. Tapi, kondisi manakah yang
lebih sering menghampiri kita? Rasanya semakin kita bersyukur,
cinta-cinta itu tumbuh makin subur.
Saya suka menatap wajahnya
saat ia tidur seraya berterima kasih pada Tuhan telah menghadirkannya
dalam hidup saya. Menatapnya saja sudah menenangkan. Meski lelah
seharian dengan pekerjaan rumah tangga, meski sering mengeluh ini itu
memintanya turut membantu, suami berkorban lebih banyak dibandingkan
kita. Pikiran dan tenaganya tercurah untuk keluarga. Hingga saat ia
pulang, saat ia ingin merefreh tubuh dan jiwanya, bertemu kekasihnya
yang meneduhkan. Kita justru kadang suka salah menyambutnya, balas
meminta perhatian lebih karena merasa menjadi orang paling lelah bagi
keluarga. Betapa manjanya kaum perempuan itu, selalu membutuhkan
limpahan perhatian dari pasangannya. Begitulah siklusnya, seperti halnya
kita butuh perhatian, para suami juga membutuhkan pengakuan.
Hmm,
ini hanya perkara menatap wajah kekasih saat ia tidur. Kadang kala
sakinah muncul dari hal sepele bukan? Ada cinta dalam wajah lelahnya.
Ada kasih sayang dalam wajah pulasnya. Merasakan cinta yang melintasi
hati saat menatapnya. Cinta yang semoga mengantarkan kita pada ketaatan
pada suami. Meski kadang taat- menuruti keinginan suami- terasa begitu
berat ketika berseberangan dengan pendapat kita. Dalam hal sepele
sekalipun. Bukankah para istri terkenal dengan kengeyelan dan
kecerewetannya? Ah, itu bukan bahasan sekarang.
Tataplah pasangan kita saat ia tidur, sungguh itu saja sudah menenangkan dan membuat kita banyak bersyukur.
Sumber : Dakwatuna, Ochikohumaira
0 comments:
Posting Komentar